Tuesday, June 28, 2011


“Trengganu inspirasi kami, ia punya pengalaman mengelola homestay sehingga mampu berada ditangga pertumbuhan industri wisata Malaysia. Dari merekalah muncul semangat yang melahirkan Asosiasi Homestay Kota Sawahlunto yang di dukung penuh wali kota Ir.H.Amran Nur. Disadari, tanpa semua itu keberadaan rumah inap representative tak akan pernah ada di kota ini."
"Awalnya kami melihat banyak potensi yang dapat digarap sebagai sumber ekonomi masyarakat setempat yang ada kaitannya dengan perkembangan industri wisata Indonesia saat ini. Sebagai gerbang destinasi wisata Sumatera Barat, keberadaan rumah inap sangatlah tepat untuk dikembangkan, dan jadi alternative bagi  wisatawan untuk menentukan dimana mereka akan menginap selain hotel saat melakukan perjalanan wisata dan penelitian ke kota tambang tertua ini.
Meski masih berusia muda, Asosiasi Homestay Sawahlunto tak lepas dari pembinaan pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat. Namun harapan selalu dipanjatkan, pembinaan itu jangan hanya setengah hati, tapi lebih memfasilitasi bagaimana pengusaha homestay mampu membangun manajemen secara baik dengan didukung pengetahuan yang professional.**           

Monday, June 27, 2011

Sumber - BiNNews – Kota Sawahlunto yang berada di dalam wilayah Propinsi Sumatera Barat yang juga dikenal dengan penghasil batubara dengan kualitas kelas dunia sejak zaman kolonial Belanda, kini terus berbenah.

Setelah diprediksikan batubara dikota tersebut akan segera habis, kini kota Sawahlunto yang berpenghunikan masyarakat dari berbagai etnis itu tengah berjuang untuk mewujudkan kota itu menjadi kota wisata tambang yang berbudaya.

Berbagai objek wisata pun telah berhasil dibangun. Diantaranya adalah, Objek wisata air Waterboom yang pertama di Sumatera Barat, Taman Satwa yang berada di bekas arela tambang Kandih, serta sejumlah objek-objek wisata lainya.

Untuk mendukung percepatan terwujudnya tekad itu, tentulah harus diiringi dengan persediaan sarana dan prasarana yang memadai. Salah satunya adalah adanya penginapan seperti hotel, losmen, wisma, atau home stay.

Menyikapi hal tersebut, hari ini, Selasa (10/5) Walikota Amran Nur berikan pengarahan tentang pengelolaan dan penataan home stay sebagai sarana penginapan terhadap wisatawan, yang dilaksanakan di aula rapat kantor Balaikota.

Kepada 25 pemilik home stay, Amran Nur berpesan agar selalu memberikan pelayanan yang terbaik, serta menjaga kenyamanan, kebersihan dan kesehatan dan juga selalu menjaga tariff.

“Tata home stay itu sedemikian rupa sehingga akan menjadi sangat menarik dan jangan terkesan murahan. Kita tidak ingin dengan harga atau tarif yang murah, home stay yang kita miliki akan terkesan sebagai home stay murahan,”harap Amran..

Lebih jauh Amran juga mengatakan, Penginapan berbentuk homestay atau rumah singgah harus memiliki ciri khas dan karakter tersendiri dalam memberikan pelayanan serta kepuasan kepada wisatawan yang berkunjung ke Sawahlunto.

 “Pengelolaan home stay itu berbeda dengan hotel. Dalam pelayanan homestay mesti mampu menciptakan suasana bagi wisatawan seperti tinggal dirumah sendiri,” pungkasnya.

Tampak hadir dalam acara tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Kota Sawahlunto, Gusrial, ketua pengelola homestay sekota Sawahlunto, Kamsri Benti, serta pengurus home stay sekota Sawahlunto.

Sebelum mengakhiri acara, Amran Nur menyerahkan logo kepada pemilik dan pengelola agar dapat dijadikan sebagai identitas atau ciri khas seluruh home stay yang ada di kota ini. (Penulis:Amin)

Sunday, June 26, 2011

M.Azmi Bin Abd Aziz, Ketua Homestay Teluk Ketapang 
Bermula Dari Rasa Kebersamaan

“Rumah inap yang nyaman itu bersumber dari pemilk homestay itu sendiri. Artinya, mereka harus memperhatikan banyak hal yakni, kebersihan tempat, keramahtamahan, ikhlas, dan mampu mengkomunikasikan potensi wisata yang akan dikunjungi. fasilitas tak perlu mewah tapi bersih,menarik dan nyaman sebagai rumah inap berdikari”

Konsep inilah yang menjadikan homestay Teluk Ketapang terkenal dan masuk 10 besar homestay terbaik di Negara Malaysia. Apa yang kami lakukan diawali dengan kerja keras dan gotongroyong untuk mencapai kemajuan. Satu hal yang patut diperhatikan adalah, bagaimana membangun rasa kebersamaan dan komunikasi yang intensif, baik langsung maupun menggunakan teknologi dunia maya seperti internet, itu semua dilakukan secara mandiri, pemerintah baru membantu jika kami lebih awal berbuat.

Dalam mengelola usaha ini kami lebih mementingkan persaudaraan ketimbang keuntungan. Itu makanya, setiap tamu menginap akan merasakan hangatnya silaturahmi hingga mereka bagaikan berada dirumah sendiri. Untuk mendapatkan izin homestay tidak mudah, ada mekanisme dan proses yang harus di ikuti. Sehinga pemerintah kerajaan akhirnya memberikan izin. Jadi, tamu yang hendak ketrengganu berhati-hati jangan bermalam di rumah inap yang tak berizin. *Penulis - Indra Yosef D*


“Jauhkan pikiran bahwa homestay merupakan rumah inap “pelarian” murah jika hotel penuh.Tapi ciptakan bagaimana para tamu betah dan memahami budaya kita orang Sumatera Barat. Untuk diketahui, banyak orang sekarang senang akan hal-hal yang spesifik, baik budaya, masakan, dan tempat inap yang alami bersentuhan dengan lingkungan nyaman”.

Komentar itu disampaikan wali kota Sawahlunto Ir.H.Amran Nur  sebelum keberangkatan rombongan Asosiasi Homestay Sawahlunto ke Trenganu pekan lalu. Amran menyebutkan, faktor penting yang perlu diperhatikan adalah kebersihan tempat inap. Jika perpaduan semua itu dapat di emplementasikan secara baik, maka ia yakin homestay sebagai sumber ekonomi baru penunjang wisata akan berkembang lebih maju.

Pemerintah, kata Amran, sangat mendukung kreatifitas warga dalam soal rumah inap ini. Ia mencatat, ada 25 rumah inap yang layak untuk dipromosikan secara luas. Baik secara regional, nasional, bahkan perlu untuk kedunia luar. “Berikan fasilitas yang representative agar wisatawan betah dan berlama-lama tinggal di rumah inap tersebut. Biar tamu merasa home sweet home ” tambahnya.*(Indra Yosef D)* 

Mengintip Homestay Ramah Lingkungan Teluk Ketapang,Trengganu
Spirit Ditengah Kemandirian Membangun Industri Rumahan


Pertumbuhan ekonomi Trengganu secara umum cukup baik. Namun ada yang membuat kita tercengang, ditengah maraknya pembangunan hotel berbintang, ternyata industry jasa homestay alias penginapan murah representative malah makin marak dengan keuntungan yang dinikmati pemiliknya. Inilah kreatifitas yang tengah dipertontonkan warga Teluk Ketapang, dan dari sinilah inspirasi itu muncul sehingga melahirkan Asosiasi Homestay Kota Sawahlunto.          

Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Asia dibidang tourism, didukung factor keamanan nasional dan global mengilhami banyak industry pariwisata di tanah air tumbuh dan berkembang seiring membaiknya perekonomian dunia saat ini. Salah satu indicator signifikan pertumbuhan itu adalah, berkembangnya usaha rumahan homestay sebagai penginapan alternative dan murah, namun hampir sekelas hotel melati hingga hotel berbintang dengan nuansa lingkungan ramah.

Salahsatu contoh berkembangnya industry homestay terkenal terdapat di Inggeris, tapi di Negara Asean  seperti Malaysia dan Indonesia hal itu sudah berlangsung lama. Di Malaysia, wartawan Serambi Pos Indra Yosef melakukan peliputan mengikuti lawatan Asosiasi Homestay Sawahlunto ke Teluk Ketapang,Trengganu.

Untuk bisa sampai kesitu butuh waktu sekitar 7 jam lewat darat dari Kuala Lumpur,  dan sekitar 20-an menit dengan pesawat terbang dari Bandara LCCT Kuala Lumpur ke Bandar Udara Sultan Mahmud Trengganu. Selama perjalan pulang pergi, rombongan dipandu Intan Putih Dalib dari Travel Agency Gift Two Holidays SDN.BHD.  

Keberadaan homestay dikedua Negara itu telah mengilhami pertumbuhan homestay di Kota Sawahlunto. Tercatat, 25 homestay berhasil direkomendasikan “layak” dari 40 calon yang diusulkan oleh Dinas Parawisata dan Budaya setempat. Hal ini turut berkontribusi dalam mendukung laju pertumbuhan industry wisata melalui fasilitas hunian alternative yang murah tapi cukup representative,bersih, nyaman dan aman.

Sebagaimana dirilis Harian Utusan edisi Selasa 17 Mei halaman 33, yang mengutip pernyataan Menteri Pelancongan Malaysia Datuk Seri Dr.Ng Yen Yen menyebutkan, pada tahun lalu tercatat sekitar 108.798 orang wisatawan memanfaatkan jasa homestay di Malaysia. Dari jumlah angka itu, pengusaha rumah inap ini mampu menghasilkan pendapatan sekitar RM 6,2 ribu atau 41, 9 persen dari jumlah kunjungan wisatwan manca Negara dan 12 persen wisatawan domestic.

Melihat angka pertumbuhan mengagumkan itu, pihak Kementerian Pelancongan Malaysia terus melakukan pembinaan terhadap 2.987 pengusaha mandiri rumah inap homestay termasuk yang ada di Teluk Ketapang, Trengganu. Sebagai sebuah usaha kecil bernilai ekonomis, kelompok homestay Kota Sawahlunto beberapa hari lalu melakukan studi banding ke Teluk Ketapang, Trengganu, Malaysia. Mereka melihat dan mempelajari manajemen usaha homestay yang di bangun bersama warga Teluk Ketapang atas saling pengertian, kebersamaan, berdikari dan gotong royong, dengan tujuan berkembangnya tourism Malaysia secara nasional.
Menurut Ketua Asosiasi Homestay Teluk Ketapang M.Azmi Bin Abd Aziz, didampingi timbalannya (watua) Amiruddin Arifin, dan anggotanya Chek Mat Bin Ibrahim, Mohd Hasli MD Zin, Habibuddin Bin Rejab, dan Hj.Yusof bin Saleh , mengatakan, homestay Teluk Ketapang merupakan usaha rumahan masuk peringkat 4 dari 10 besar homestay terbaik di Malaysia. Mereka dibina dan disertifikasi khusus oleh Kementerian Pelancongan, dan pemerintah Bandarraya Trengganu.

“Konsep kami adalah, bagaimana tamu jadi bagian dari keluarga sendiri. Mereka harus tau budaya dan kebiasaan masyarakat setempat, sopan dan santun perlu dijaga.”kata Azmi, sambil memberi tau paket inap selama tiga hari dua malam plus makan ia bandrol seharga 285 ringgit Malaysia, atau sekitar Rp 800 ribu dengan nilai rupiah.”Sangat murah untuk ukuran Malaysia”tambah Amiruddin Arifin yang menyatakan banyak bangsa dari berbagai Negara sudah tinggal di homestay Teluk Ketapang. Itu semua, katanya, dampak dari gencarnya ia berpromosi di dalam negeri maupun manca Negara dengan biaya sendiri.

Selama berada di Teluk Ketapang 28 anggota rombongan Sawahlunto tinggal di homestay Teluk Ketapang, mereka menyatu sebagai keluarga serumpun yang bebas dari hirukpikuk politik. Mereka disuguhi keramahtamahan, dibawa keberbagai objek wisata, makan bersama dipantai Teluk Ketapang, bergembira ria dengan permainan lucu, meninjau rumah warga sebagai rumah inap. Menanam bunga, serta bertukar cendera mata dan plakat.

Ketua Homestay Sawahlunto Hj.Kamsri Benti,SE bertutur, banyak pengalaman dan ilmu yang dapat dipelajari di negeri jiran itu untuk dikembangkan ditanah air. “Kami sangat terkesan dengan pelayanan mereka, ramah ikhlas, dan seperti keluarga sendiri.Tak ada yang membatasi kedua kultur. Inilah inspirasi kami untiuk mengembangkan homestay di Sawahlunto” ucap Kamsri Benti.

Paket inap yang dikembangkan Asosiasi Homestay Sawahlunto terdiri dari paket wisata liburan sekolah, peringatan hari jadi kota setiap 1 Desember,wista religi, dan lainnya. Soal biaya anda cukup menyediakan dana Rp 1 juta untuk 5 hari 4 malam.  

Sunday, June 12, 2011

Untuk yang kesekian kali, Homestay Sawahlunto kembali menerima rombongan Belia Singapore di Kota Sawahlunto. Belia Singapore ini akan melakukan bakti sosial dengan target utama adalah Sekolah Luar Biasa dan juga Panti Asuhan.

”Rombongan Belia Singapore ini agak sedikit berbeda dari rombongan sebelumnya. Kalau biasanya kami melakukan pertukaran pelajar untuk saling mengisi liburan sekolah. Kali ini kami datang untuk melakukan aktifitas sosial” kata Huda, salah seorang belia singapore yang menginap di Cendana Homestay.

Kelompok Belia ini menggunakan Homestay Ilman di Tangsi Baru untuk dijadikan Pusat rencana kerjanya. Mereka mempersiapkan permainan dan jenis-jenis kerajinan tangan dan kegiatan lain untuk anak-anak panti agar merasa bahagia.

Nantinya, Belia Singapore ini akan meyerahkan bantuan berupa alat tulis, alat olahraga, dan berbagai macam buku paket keterampilan untuk akan-anak panti asuhan.

”Semoga apa yang kami beri ini dapat bermanfaat” harap Huda menutup pembicaraan.

*Sumber* padangmedia.com - SAWAHLUNTO - Keberadaan homestay di Kota Sawahlunto diharapkan dapat menunjang pengembangan kepariwisataan di kota itu. Oleh karena itu, homestay harus dikelola dengan baik. Baik dalam pelayanan maupun fasilitasnya.
Walikota Amran Nur mengatakan, apabila tertata baik, homestay akan menjadi sangat menarik dan tidak terkesan murahan.

"Kita tidak ingin dengan harga atau tarif yang murah, homestay yang kita miliki akan terkesan murahan,” katanya pada 25 pemilik homestay dalam pertemuan dengan Dinas Pariwisata setempat di aula Balaikota setempat.

Dikatakannya, Pemko telah membangun berbagai objek wisata. Pengembangannya didukung oleh penginapan seperti hotel, losmen, wisma atau homestay. Namun, kebanyakan masih terkesan natural. Untuk mendukung pengembanan pariwisata, penginapan, terutama homestay perlu menyediakan sarana dan prasarana yang memadai.

“Pengelolaan homestay itu berbeda dengan hotel. Pelayanan homestay mesti mampu menciptakan suasana bagi wisatawan seperti tinggal di rumah sendiri,” jelas Amran pada pertemuan yang juga dihadiri Kepala Dinas Pariwisata Kota Sawahlunto, Gusrial dan Ketua Pengelola Homestay Kota Sawahlunto, Kamsri Benti.

Kegiatan itu diakhiri dengan penyerahan logo homestay kepada pemilik dan pengelola agar dapat dijadikan sebagai identitas atau ciri khas seluruh homestay yang ada di kota itu. Logo diserahkan Walikota Amran Nur kepada salah seorang mewakili pemilik homestay. (tumpak)

SAWAHLUNTO, (Sumber) KOMPAS.com — Atlet dan tim, undangan, panitia, dan pihak yang terlibat Tour de Singkarak 2011 (TdS 2011), Sabtu (11/6/2011) pagi naik kereta api "Mak Itam" dari Stasiun Kereta Api Sawahlunto ke titik start Etape 6A Sawahlunto-Istano Basa Pagaruyung. Titik start berada di Silungkang, Sawahlunto. Perlu waktu sekitar 20 menit dari stasiun ke titik start.
Cocok sekali antara kereta api dan pemandangannya. -- Yasuharu Nakajima

Sawahlunto sejak 120 tahun lalu menjadi kota pertambangan batu bara. Mulanya kota ini dikelola oleh kolonial Belanda. Adapun kereta "Mak Itam" pada masa itu merupakan kereta pengangkut batu bara. Namun, sejak 2005, kereta tersebut difungsikan sebagai kereta api wisata. Sampai saat ini, "Mak Itam" dijalankan dengan bahan bakar batu bara.


Di perjalanan sejauh 8 kilometer, "Mak Itam" masuk dalam terowongan sepanjang 1 kilometer. Sebuah kejadian lucu terjadi. Di salah satu gerbong, pintu gerbong telat ditutup. Akhirnya, asap "Mak Itam" masuk ke dalam gerbong. Walhasil, para atlet sibuk menutup hidung. Walau begitu, sebagian besar atlet tampak menikmati perjalanan mereka.

"Rancak bana (bagus sekali)! Kereta apinya kuno. Lalu pemandangannya sawah dengan rumah penduduk, sangat tradisional. Cocok sekali antara kereta api dan pemandangannya. Rasanya seperti berada di dimensi lain saja," kata Yasuharu Nakajima dari Aisan Racing Team, Jepang, kepada Kompas.com, di Silungkang, Sawahlunto.

Bagi Nakajima, ini kali pertama ia naik "Mak Itam". Sementara itu, rekan-rekan setimnya sudah pernah naik "Mak Itam" pada TdS tahun lalu. Selain itu, ia mengaku sangat suka kereta api.

"Di Jepang, kereta api pakai listrik. Yang bukan pakai listrik ada, tetapi pemandangannya kota, tidak tradisional seperti ini," tambahnya.

Sementara itu, Lex dari CCN Colossi Netherland, Belanda, menuturkan bahwa ia sudah pernah naik kereta "Mak Itam" tahun lalu.

"Sangat bagus. Saya sudah naik tahun lalu. Cocoknya buat turis, sementara kami datang untuk olahraga. Tadi kami bangun pagi sekali, padahal start pukul 09.00. Lebih baik kalau waktunya untuk tidur sebentar, apalagi hari ini harus menjalani dua etape," katanya.

Memang pada hari keenam TdS 2011, para atlet akan menjalani dua etape. Etape 6A sepanjang 94,6 kilometer. Sementara itu, Etape 6B dengan rute Istano Basa Pagaruyung-Padang Panjang memiliki jarak tempuh 39 kilometer.

Masih bicara soal "Mak Itam", Jean Jacques dari ‎Amaury Sport Organisation (ASO) mengatakan, penggunaan kereta tersebut tidak masalah untuk sebuah ajang balap sepeda. Sebaliknya, hal ini malah memberi kesan yang baik.

ASO sengaja diundang oleh pihak Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk menilai TdS agar pihak TdS dapat melakukan perbaikan-perbaikan sesuai standar internasional. Hal ini dilakukan agar kelas TdS bisa naik sebagai ajang balap internasional. Sebagai informasi, ASO juga merupakan penyelenggara dari Tour de France.

"Saya tidak naik, tapi rekan saya tadi ikut naik. Dia bilang bagus sekali kereta dan pemandangannya. Hanya, pengaturan saat atlet sampai tadi kurang rapi. Harusnya mobil tim berderet di samping kereta sesuai tempat atlet turun. Jadi, saat atlet turun, mereka langsung berhadapan dengan mobil tim," ungkap Jean. Saat itu, atlet yang turun terpaksa berhamburan mencari mobil tim masing-masing.

Peluit "Mak Itam" berbunyi nyaring sebagai tanda start bagi atlet. TdS berlangsung 6-12 Juni 2011 yang menggabungkan olahraga dan pariwisata. TdS 2011 melombakan 7 etape dengan jarak total 739,3 km. Rute yang dilewati penuh dengan obyek wisata khas tiap-tiap daerah. Selain itu, budaya dan kuliner Sumatera Barat juga diperkenalkan kepada peserta TdS.

Kabupaten dan kota yang terlibat antara lain Pemkot Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok, Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Ajang ini sudah menjadi agenda resmi tahunan Organisasi Balap Sepeda Dunia (Union Cycliste Internationale) bekerja sama dengan Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI), pemerintah daerah, serta Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

SAWAHLUNTO, KOMPAS.com — Siapa sangka kota kecil Sawahlunto adalah kota pertama yang memiliki waterpark di Sumatera Barat (Sumbar). Sawahlunto yang merupakan kota tambang batubara sejak 120 tahun yang lalu pelan-pelan berubah menjadi kota wisata. Pemerintah daerah sejak 2003 ingin mengubah citra Sawahlunto yang dikenal sebagai kota arang menjadi kota turis.

"Di dunia ada tren orang suka lihat bangunan tua. Sumbar juga jarang ada tempat wisata yang aman untuk anak-anak. Makanya kami buat waterpark di Sawahlunto," kata Wali Kota Sawahlunto Amran Nur kepada Kompas.com, di Taman Segitiga, Sawahlunto, Jumat (10/6/2011).

Pada tahun 2005 atau dua tahun sejak Sawahlunto dikembangkan sebagai kota wisata, jumlah wisatawan 15 ribu orang. Sedangkan pada tahun 2010, kata Amran, jumlah wisatawan lebih dari 600 ribu orang.
Apa yang bisa membuat kunjungan wisatawan ke Sawahlunto meningkat pesat? "Kita terus membuat obyek-obyek wisata baru. Ada waterpark yang pertama di Sumbar, kita akui banyak yang berkunjung karena ada waterpark itu. Anak-anak muda suka main di waterpark. Juga ada kebun binatang dan Iptek Center. Iptek Center ini adalah yang keempat di Indonesia," katanya.

Rencana Amran, beberapa obyek wisata baru akan dibangun di Sawahlunto. Obyek wisata tersebut antara lain penangkaran buaya, kupu-kupu, dan rusa. Sementara itu, rumah gadang yang terdapat di puncak bukit akan dimanfaatkan sebagai menara padang agar wisatawan bisa melihat Kota Sawahlunto dari ketinggian.
Saat ini, akses jalan menuju rumah gadang tersebut susah dilalui oleh mobil. Menurut beberapa penduduk Sawahlunto, hanya motor yang bisa lewat. Lokasi untuk melihat Sawahlunto dari ketinggian lainnya adalah Bukit Cemara.

"Kami akan bangun skylift dari stasiun kereta api ke Bukit Cemara. Tahun 2012 akan mulai dibangun," katanya.

Jika rencana tersebut menjadi nyata, Sawahlunto memiliki kereta gantung melintasi kota sepanjang kira-kira 3 kilometer.

Beberapa penduduk di Sawahlunto menyebutkan saat pembangunan waterpark, beberapa pihak tidak setuju dengan pembangunan tersebut dengan alasan biaya mahal yang harus dikeluarkan pemerintah daerah. Namun ternyata sejak pertama dibukanya waterpark di tahun 2006 hingga kini, waterpark tersebut tak pernah sepi pengunjung.

Obyek-obyek wisata yang khas Sawahlunto adalah wisata sejarah berupa peninggalan kolonial Belanda. "Peninggalan Belanda seperti kereta api Mak Item untuk angkut batubara jadi kereta api wisata, lalu ada museum kereta api, dan sebagainya. Peninggalan Belanda kita jadikan wisata sejarah," kata Amran.
Menurut Amran, kekuatan wisata Sawahlunto lainnya adalah seni dan budaya. "Sawahlunto ini multietnis. Kami punya kesenian kuda kepang dan tarian Jawa. Ada banyak etnis yang tinggal di Indonesia. Bisa dibilang Sawahlunto Indonesia kecil. Ada suku Jawa, Sunda, China, Bugis, Irian, dan Maluku. Ini jadi modal kami dalam mengembangkan pariwisata di Sawahlunto," kata Amran.

Amran melanjutkan walaupun beraneka ragam, masyarakat hidup rukun dan damai. "Tari kepang itu tidak semua yang tarikan adalah orang Jawa. Tapi juga dari orang Minang," ungkapnya.

Wali Kota Sawahlunto menambahkan, multietnis yang ada di Sawahlunto sudah ada sejak masa kolonial. Saat itu, pribumi dari Sumatera dan Jawa melakukan kerja paksa di pertambangan milik Belanda.

Saturday, June 11, 2011


SAWAHLUNTO, *SUMBER* KOMPAS.com - Masyarakat Sawahlunto, Sumatera Barat,  memadati Taman Setiga, Jumat (10/6/2011). Mereka tampak antusias menyambut para peserta Tour de Singkarak (TdS) 2011. Warga pun sibuk berfoto bersama pebalap terutama dengan Amir Zarfari, yang mendapatkan juara satu pada Etape 5 TdS 2011.
Wisatawan mulai banyak lagi. Orang-orang jadi kenal Sawahlunto dari Tour de Singkarak.-- Maulana Yusran
"Orang-orang di sini sangat baik. Mereka begitu menyambut kami. Pemandangannya juga sangat menakjubkan. Saya suka dengan tulisan 'Sawahlunto' yang ada di atas sana," kata Amir sambil menunjuk tulisan besar 'Sawahlunto' di atas bukit.

Pada Etape 5, lagi-lagi pebalap sepeda asal Iran menguasai podium. Mereka memenangkan posisi pertama hingga ketiga Etape 5 Payakumbuh - Sawahlunto sepanjang 79 kilometer. Rahim Emami mendapatkan posisi juara kedua dan Golakhour Pourseyedi pada posisi juara ketiga.

Senada dengan yang diutarakan Amir, Jang Chan Jae dari Terengganu Pro-Asia Cycling Team, Malaysia, merasa takjub dengan penduduk Sawahlunto. Pada Etape 5, ia kembali menjadi sprinter tercepat.

"Orang Indonesia suka balap sepeda ya? Banyak sekali yang menyambut kita. Saya senang sekali di sini. Di titik finish, ramai sekali. Di jalan juga," tuturnya.

Malam ini, segenap tamu undangan, peserta, atlet, hingga panitia akan menginap di Sawahlunto. Walaupun baru ada satu hotel berbintang (yang rencananya akan sekelas bintang tiga) yang baru buka. Sebagian besar pihak yang terlibat akan menginap di hotel melati dan homestay.

"Memang masih belum memenuhi syarat tapi kota kami dipilih sebagai tempat menginap. Pada Tour de Singkarak hanya ada 4 kota yang diinapi," kata Walikota Sawahlunto, Amran Nur.

Hal serupa diungkapkan Ketua PHRI Sumbar, Maulana Yusran. "Memang belum memadai. Tapi kami mengapresiasi antusiasme masyarakat dan pemerintah daerah Sawahlunto. Mereka memfasilitasi semua penginapan. Bahkan hotel yang berbintang itu dibangun dengan dana pemerintah daerah. Salah satu pemicunya adalah karena Tour de Singkarak," katanya.

Amran mengatakan TdS memberi dampak pada peningkatan perkembangan pariwisata dan kunjungan wisata. "Wisatawan mulai banyak lagi. Orang-orang jadi kenal Sawahlunto dari Tour de Singkarak," katanya.

Sebagai titik finish Etape 5 adalah Taman Segitiga, Sawahlunto. Pada masa kolonial Belanda, Sawahlunto dikenal sebagai kota pertambangan batu bara. Kota ini sempat disebut-sebut sebagai kota mati sejak produksi batu bara menurun. Kemudian, oleh pemerintah daerah setempat, Sawahlunto pun diubah menjadi kota wisata. Beberapa peninggalan tambang batu bara "disulap" menjadi obyek wisata.

Sementara itu, titik start Etape 5 berada di Ngalau Indah, Payakumbuh. Ngalau Indah merupakan obyek wisata andalan Kota Payakumbuh. Panorama kota Payakumbuh dari ketinggian menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Ngalau Indah. Menurut Khadijah dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Payakumbuh, sehari kunjungan bisa mencapai 100 orang.

Untuk melihat pemandangan Kota Payakumbuh, pengunjung harus berjalan ke atas sejauh sekitar 400 meter. Pilihan lain adalah naik sepeda tandem tanpa dipungut bayaran. Di Ngalau Indah juga terdapat gua dengan batu-batu yang berbentuk seperti orang ataupun benda. Selain itu, Ngalau Indah juga terkenal sebagai lokasi paralayang.

TdS berlangsung 6-12 Juni 2011 yang menggabungkan olahraga dan pariwisata. TdS 2011 melombakan 7 etape dengan jarak total 739,3 km. Rute yang dilewati penuh dengan obyek wisata khas masing-masing daerah. Selain itu, budaya dan kuliner Sumatera Barat juga diperkenalkan kepada peserta TdS.

Kabupaten dan kota yang terlibat antara lain Pemkot Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok, Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Ajang ini sudah menjadi agenda resmi tahunan Organisasi Balap Sepeda Dunia (Union Cycliste Internationale) bekerjasama dengan Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI), pemerintah daerah, dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Friday, June 10, 2011

SAWAHLUNTO, * SUMBER * KOMPAS.com — Sawahlunto, dulu dikenal sebagai kota arang. Pada masa kolonial Belanda, kota ini menjadi lokasi pertambangan batubara. Para pekerja adalah orang-orang pribumi asal Sumatera dan Jawa. Mereka bekerja, makan, hingga tidur dengan rantai di kaki. Karena itu, mereka disebut dengan "Orang Rantai".
Kami ingin kembangkan wisata sejarah dengan adanya cerita-cerita masa kolonial Belanda.-- Amran Nur
"Itulah sejarah Kota Sawahlunto. Karena itu, kami ingin kembangkan wisata sejarah dengan adanya cerita-cerita masa kolonial Belanda," kata Wali Kota Sawahlunto, Amran Nur, kepada Kompas.com, Jumat (10/6/2011).

Kota Sawahlunto pun dipromosikan sebagai Heritage City, kota peninggalan kolonial Belanda yang dahulu terkenal sebagai pusat pertambangan. Kota ini dibangun Belanda sebagai kota tambang sekitar 120 tahun lalu. Amran menceritakan pertambangan batubara masih berlanjut hingga masa-masa setelah kemerdekaan Indonesia.

Kota Sawahlunto sempat dianggap sebagai kota mati di tahun 2000. Menurut Amran, hal ini terjadi karena batubara di Sawahlunto dianggap sudah mau habis. Apalagi, lanjutnya, ekonomi Sawahlunto tergantung pada pertambangan batubara.

"Masih ada, tapi batubaranya itu deposit dalam. Jadi untuk tambang batubara perlu alat dan teknologi yang lebih maju, sehingga pembiayaan pun tinggi. Sejak tahun 2000, penduduk Sawahlunto makin berkurang karena takut pada berhentinya kegiatan ekonomi. Mereka sudah tidak ada harapan hidup di sini, jadinya banyak yang merantau atau balik ke kampung," jelasnya.

Memang, sejak dahulu Sawahlunto banyak pendatang karena tergiur dengan lapangan kerja di kawasan pertambangan. "Saat itu dalam satu tahun jumlah penduduk berkurang sampai 20 persen," jelasnya.

Karena itu, pihak pemerintah daerah pun membanting setir mengubah citra kota arang menjadi kota turis.

"Kita hidupkan pariwisata Sawahlunto. Sejak 2003 kita kembangkan Sawahlunto jadi kota wisata. Karena kita lihat ada tren di dunia, orang suka lihat bangunan tua. Mulai ada kenaikan, dulu tahun 2001 wisatawan yang datang 15 ribu orang. Tahun 2010 sudah 600 ribu lebih, " papar Amran.

Tak hanya wisatawan, jumlah penduduk Sawahlunto pun meningkat walau hanya sedikit. Pada tahun 2001, jumlah penduduk tinggal 50 ribu orang. Kini, jumlahnya 57 ribu orang.

"Dulu jumlah penduduk pernah sampai 60 ribu orang," katanya.

Amran menuturkan, wisatawan domestik yang datang ke Sawahlunto terutama dari Riau, Jambi, Bengkulu, dan kabupaten lain yang ada di Sumatera Barat. Sementara itu, wisatawan asing yang datang pun terjadi peningkatan.

"Turis asing senang naik Mak Item. Ada sekitar 10 sampai 15 orang setiap minggunya," ungkap Amran.

Mak Itam adalah kereta api pengangkut batubara. Pada masa kejayaan tambang batubara, ada dua lokomotif. Satu lokomotif sekarang berada di Belanda. Kini, Mak Itam difungsikan sebagai kereta api wisata dalam kota. Rute yang ditempuhnya sekitar 8 kilometer.

"Istimewanya nanti kereta api akan melewati terongan sepanjang satu kilometer. Bentuk dan bunyinya mengingatkan masa lalu. Mak Itam menjadi ikon kota Sawahlunto," kata Amran.

Peserta Tour de Singkarak (TdS) 2011, baik tamu undangan, atlet dan tim, maupun panitia, akan naik Mak Itam pada Sabtu (11/6/2011) pagi. Mak Itam akan membawa mereka ke titik start Etape 6A di Silungkang, Sawahlunto.

Amran menuturkan, TdS memberikan dampak pada pariwisata Sawahlunto. Pada TdS 2010, Sawahlunto hanya dilewati. TdS 2011, Sawahlunto menjadi salah satu kota yang diinapi para pihak yang terlibat dalam TdS 2011.

"Hanya ada tiga kota di Tour de Singkarak 2011 yang semua orang terlibat di Tour de Singkarak menginap di satu kota. Padang, Bukittinggi, dan Sawahlunto," kata Dirjen Pemasaran, Sapta Nirwandar, pada jamuan makan malam Tour de Singkarak 2011 di rumah dinas Wali Kota Sawahlunto, Jumat (10/6/2011).

Selama ini, kata Amran, wisatawan yang berkunjung ke Sawahlunto tidak menginap. Mereka hanya datang dan langsung pergi di hari yang sama.

"Karena ada pandangan orang kalau menginap di Sawahlunto itu tidak memadai. Jadi, kita usahakan di Tour de Singkarak tahun ini supaya semua menginap di sini. Kita ingin mematahkan perkataaan orang bahwa tidak ada hotel di Sawahlunto," katanya.

Memang, hotel berbintang di Sawahlunto baru ada satu. "Itu yang bangun pemerintah daerah. Tapi pengelolaan di swasta. Sebenarnya ada beberapa hotel melati," kata Ketua PHRI Sumbar Maulana Yusran. Kekurangan hotel pun diakali dengan pengembangan homestay atau rumah penduduk yang dijadikan penginapan.

"Kami kirim penduduk yang mengelola homestay ke Malaysia, untuk studi banding. Mereka belajar pengelolaan homestay di Malaka dan Trengganu. Juga di Singapura," kata Amran.

Bahkan, lanjutnya, kini mereka memiliki asosiasi untuk pengelola homestay di Sawahlunto. "Pendapatan sebesar 5 persen untuk asosiasi. Kaget juga, karena dalam enam bulan kas asosiasi sudah sebesar 120 juta. Ini berarti pariwisata memang memberi manfaat untuk masyarakat di sini," katanya.

Mustifah, seorang ibu yang sejak lahir menetap di Sawahlunto, menuturkan, sejak berubah menjadi kota wisata, Sawahlunto pun mulai ramai kembali. Ia pun menuturkan bahwa Sawahlunto sempat seperti kota mati.

"Ini kota kecil. Orang tahu Sawahlunto karena batubara. Kalau tidak karena tambang batubara, orang tidak akan kenal Sawahlunto. Sejak jadi kota wisata, kota hidup lagi. Tidak semua merasakan manfaatnya. Tapi banyak yang berdagang dan dapat hasil dari turis," katanya.

TdS berlangsung 6-12 Juni 2011 yang menggabungkan olahraga dan pariwisata. TdS 2011 melombakan 7 etape dengan jarak total 739,3 km. Rute yang dilewati penuh dengan obyek wisata khas tiap daerah. Selain itu, budaya dan kuliner Sumatera Barat juga diperkenalkan kepada peserta TdS.

Kabupaten dan kota yang terlibat, antara lain, Pemkot Padang, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Sawahlunto, Kabupaten Solok, Kota Solok, Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Ajang ini sudah menjadi agenda resmi tahunan Organisasi Balap Sepeda Dunia (Union Cycliste Internationale) bekerja sama dengan Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI), pemerintah daerah, dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Wednesday, June 8, 2011

*Sumber* WARTA ANDALAS, SAWAHLUNTO – Jelang terselenggaranya event bergengsi yang bertaraf Internasuonal, Tour de Singkarak tahun 2011 yang dijadwalkan akan memasuki kota Sawahlunto untuk stage 5B dan etape 6A pada tanggal 10 – 11 Juni mendatang, kini kota Arang ini tengah berbenah dan mempersiapkan segala sesuatunya agar dapat berjalan lancer dan sebagaimana mestinya.

Sebagai kota yang memikili visi menjadi kota tujuan wisata, tentulah kota ini tak ingin menyia-nyiakan moment atau memanfaatkan kesempatan ini untuk mempromosikan seluruh objek wisata yang ada, seperti Waterboom, Taman Satwa Kandih, Museum Kereta Api, Lobang Mbah Soero, Museum Gudang Ransum, Info Box, dan objek wisata lainnya kepada seluruh peserta yang terlibat dalam event TdS, baik atlet maupun official yang datang dari seluruh penjuru dunia ini.
Meski pada event yang sama pada tahun sebelumnya kota Sawahlunto termasuk dalam kategori tuan rumah terbaik, namun hal itu tak cukup membuat Walikota Sawahlunto, Ir.H.Amran Nur merasa puas. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya masih banyak peserta TdS yang menginap diluar kota ini karena keterbatasan sarana penginapan.


Menyikapi hal tersebut, Pemerintah kota Sawahlunto kini telah melakukan sejumlah terobosan yang sangat signifikan, khususnya untuk sarana penginapan seperti Hotel Parai Garden City yang nerupakan satu-satunya hotel berbintang Dua yang dimiliki kota ini, yang baru diresmikan beberapa waktu lalu.

Selain itu, Pemko Sawahlunto juga telah mempersiapkan penginapan lainnya seperti Hotel Ombilin, Hotel Laura, Mess V, Mess Continental, Mess Jepang, Mess Canada, Mes Australia dan Wisma BDTBT.

Tak hanya itu, untuk memastikan peserta TdS yang dikabarkan berjumlah14 tim Internasional serta 11 tim Nasional yang terdiri dari 400 orang peserta dan official, serta 600 orang undangan itu bermalam di Sawahlunto, Pemko juga telah menyediakan 24 homestay, antara lain Homestay Tapian Titi, Guspriadi, Pausil M.TP Sakati, Cendana, Ida Ledi Yani, Nurlis,  Erita, Andriak.An, Aila, Sri Astuti, Ikhsan Yunanda, Murni, Armaini, Ajeng, Kito/Our Homestay, Elvi Sumanti, Erwatis Said, Ellin, Nurmi, Asmilda, Aristim, Yuniwarti, Aliyar dan Bukit Polan. (ap)