SYOFYAN WANANDI
SAWAHLUNTO, HALUAN — Pengembangan pariwisata tingkat kabupaten/kota di Sumatera Barat harus memiliki satu kesatuan yang saling mendukung, saling menutupi dan saling melengkapi satu dengan lainnya. Bentuknya, berupa sajian rangkaian paket wisata Sumbar yang beragam dari berbagai kabupaten dan kota yang ada.
Implementasinya, dengan semakin banyak objek wisata, akan semakin besar peluang pengembangan pariwisata itu sendiri. Jangan sampai, beberapa daerah justru memiliki objek wisata yang sama, sehingga tidak ada keragaman yang berujung pada kebosanan bagi wisatawan.
“Untuk mengembangkan pariwisata di Sumbar, memang membutuhkan kesepakatan antar kepala daerah yang ada, adanya satu grand desain yang harus dipegang dan disepakati bersama. Sebab, pariwisata tidak bias hanya dibangun dengan komitmen satu daerah saja,” ujar pengusaha nasional, yang juga putra Kota Sawahlunto Syofyan Wanandi kepada Haluan, belum lama ini.
Saya mendengar dan mendapat informasi, lanjut Syofyan, masih ada kepala daerah di Sumbar yang mengembangkan objek wisata yang telah dikembangkan di daerah tetangga. Sehingga terjadi persaingan dalam pengembangan pariwisata, bukan iklim pariwisata yang saling mendukung dan saling menguntungkan.
“Untuk potensi alam, sebenarnya Sumbar cukup banyak. Namun pengelolaan yang belum maksimal. Termasuk masalah kerja sama dalam bidang kepariwisataan antar daerah yang sangat minim,” ujarnya.
Semestinya, pembangunan pariwisata dilaksanakan secara bersama, dengan satu komitmen dari seluruh kepala daerah tingkat kabupaten dan kota. Sehingga tercipta jaringan dan rangkaian wisata yang mendukung, bukan saling berebut dengan objek wisata yang sama.
Mungkin di Sawahlunto menonjolkan objek wisata air water boom, kereta api Mak Itam, objek wisata bekas tambang peninggalan Belanda. Sedangkan Padang, mungkin dengan wisata pantainya yang indah. Dilengkapi lagi dengan keelokan panorama Ngarai Sionak di Bukittinggi.
Rangkaian wisata itu semakin berkembang dengan wisata sejarah di Kabupaten Tanah Datar, Lembah Harau di Payakumbuh, dan berbagai objek wisata lainnya, yang dapat mendukung keragaman potensi wisata Sumbar yang ada.
Syofyan sendiri melihat Sawahlunto sangat intens dalam mengembangkan pariwisata. Namun tidak memiliki dukungan yang kuat dari daerah tetangga. Bahkan, apa yang dikembangkan di Sawahlunto, juga menjadi ide yang dikembangkan di daerah tetangga yang masih kawasan Sumbar.
Hal itu menurutnya, sangat disayangkan. Karena yang muncul justru pariwisata yang saling menjatuhkan, memakan yang satu dengan yang lain. Akibatnya, pengembangkan pariwisata menjadi lamban.
Padahal, secara potensi baik alam, sejarah maupun budaya Sumbar sendiri terbilang besar. Ditambah lagi dengan objek wisata buatan yang mampu memperbesar penyerapan wisatawan. Tetapi, hal itu dikembalikan lagi kepada komitmen dari seluruh daerah untuk memajukan pariwisata secara bersama, bukan terpisah-pisah. (h/dil)
Sumber : HALUAN
SAWAHLUNTO, HALUAN — Pengembangan pariwisata tingkat kabupaten/kota di Sumatera Barat harus memiliki satu kesatuan yang saling mendukung, saling menutupi dan saling melengkapi satu dengan lainnya. Bentuknya, berupa sajian rangkaian paket wisata Sumbar yang beragam dari berbagai kabupaten dan kota yang ada.
Implementasinya, dengan semakin banyak objek wisata, akan semakin besar peluang pengembangan pariwisata itu sendiri. Jangan sampai, beberapa daerah justru memiliki objek wisata yang sama, sehingga tidak ada keragaman yang berujung pada kebosanan bagi wisatawan.
“Untuk mengembangkan pariwisata di Sumbar, memang membutuhkan kesepakatan antar kepala daerah yang ada, adanya satu grand desain yang harus dipegang dan disepakati bersama. Sebab, pariwisata tidak bias hanya dibangun dengan komitmen satu daerah saja,” ujar pengusaha nasional, yang juga putra Kota Sawahlunto Syofyan Wanandi kepada Haluan, belum lama ini.
Saya mendengar dan mendapat informasi, lanjut Syofyan, masih ada kepala daerah di Sumbar yang mengembangkan objek wisata yang telah dikembangkan di daerah tetangga. Sehingga terjadi persaingan dalam pengembangan pariwisata, bukan iklim pariwisata yang saling mendukung dan saling menguntungkan.
“Untuk potensi alam, sebenarnya Sumbar cukup banyak. Namun pengelolaan yang belum maksimal. Termasuk masalah kerja sama dalam bidang kepariwisataan antar daerah yang sangat minim,” ujarnya.
Semestinya, pembangunan pariwisata dilaksanakan secara bersama, dengan satu komitmen dari seluruh kepala daerah tingkat kabupaten dan kota. Sehingga tercipta jaringan dan rangkaian wisata yang mendukung, bukan saling berebut dengan objek wisata yang sama.
Mungkin di Sawahlunto menonjolkan objek wisata air water boom, kereta api Mak Itam, objek wisata bekas tambang peninggalan Belanda. Sedangkan Padang, mungkin dengan wisata pantainya yang indah. Dilengkapi lagi dengan keelokan panorama Ngarai Sionak di Bukittinggi.
Rangkaian wisata itu semakin berkembang dengan wisata sejarah di Kabupaten Tanah Datar, Lembah Harau di Payakumbuh, dan berbagai objek wisata lainnya, yang dapat mendukung keragaman potensi wisata Sumbar yang ada.
Syofyan sendiri melihat Sawahlunto sangat intens dalam mengembangkan pariwisata. Namun tidak memiliki dukungan yang kuat dari daerah tetangga. Bahkan, apa yang dikembangkan di Sawahlunto, juga menjadi ide yang dikembangkan di daerah tetangga yang masih kawasan Sumbar.
Hal itu menurutnya, sangat disayangkan. Karena yang muncul justru pariwisata yang saling menjatuhkan, memakan yang satu dengan yang lain. Akibatnya, pengembangkan pariwisata menjadi lamban.
Padahal, secara potensi baik alam, sejarah maupun budaya Sumbar sendiri terbilang besar. Ditambah lagi dengan objek wisata buatan yang mampu memperbesar penyerapan wisatawan. Tetapi, hal itu dikembalikan lagi kepada komitmen dari seluruh daerah untuk memajukan pariwisata secara bersama, bukan terpisah-pisah. (h/dil)
Sumber : HALUAN
0 Komentar:
Post a Comment